Kamis, 06 April 2017

Tapak Tilas Cianjur Gunung Padang - Cikundul

Mengexplore Cianjur Jawa Barat memang sebuah daerah yang memiliki keragaman keindahan alam yang tiada habisnya, mulai dari banyaknya Curug, Jalur Perbukitan dan pegunungan serta Tanaman kebun teh yg bak permadani di mana mana.





Kali ini team Bijak berkolaborasi dengan Team Tapak Tilas akan mengexplore Gunung Padang, yang terkenal dengan sejarah Megalitikumnya serta Cikundul yang terkenal dengan pemandian dan Makam salah satu tokoh Cianjur yang sangat di hormati.

Memulai perjalanan dengan meeting poin di Depok kami berlima memutuskan perjalanan pada pukul 22:00 Wib, dengan menggunakan sepeda motor perjalanan di lalui dengan Rute Cibinong - Warung Jambu - Ciawi - Cipanas - dan Cianjur.

Melewati perjaanan Depok hingga Cipanas bisa di katakan lancar lancar saja, dengan di iringi hujan grimis, membuat kami semua di wajibkan harus perlahan lahan di karenakan jalan yang licin dan dingin serta jalan yang menanjak saat memasuki Ciawi - Puncak Pas,

Hingga memasuki Cipanas jalanan mulai menurun dan berkelok kelok.
memasuki kota Cianjur sekitar pukul 23:30 kami singgah di warung klontong yang masih buka, untuk memesan kopi guna manghangatkan tubuh ini dari tiupan angin dan rintiknya hujan.

Sekitar pukul 24:00 kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi, saat bertemu perempatan Tugu Maenpo kita belok Kanan menuju Jl. Nasional, perjalanan dala kota Cianjur ini sudah bisa dibilang jalannya stabil, tidak ada tanjakan atau turunan yg terjal. hingga menuju Jalan Raya Sukabumi - Cianjur

Pada pukul 01:00 kami Singgah di Masjid Al Barokah tepat di sebelah kanan Jalan sebelum SPBU Warungkondang untuk melepas lelah dan bermalam di Masjid ini, di karenakan pertimbangannya setelah subuh kami memutuskan melanjutkan perjalanan yang tinggal sedikit lagi tiba di pertigaan Jalan menuju Gunung Padang.  Ternyata fasilitas di masjid ini lumayan nyaman juga loh, selain jumlah kamar mandi yg banyak tempat ini enak buat tempat istirahat, jangan lupa bawa matras atau sleeping bag ya, di karenakan terasnya tidak ada karpetnya, sehingga cukup dingin jika tidur seadanya.









Memasuki waktu Subuh, kami pun bergegas berwudhu dan sholat berjamaah, setelahnya sarapan pagi bubur ayam yg ada di pelataran parkir masjid tersebut, perjalanan di lanjutkan saat fajar menjelang, tiba di persimpangan jalan raya Sukabumi - Cianjur ada plang arah menuju Gunung Padang, dari persimpangan ini kurang lebih 20km menuju lokasi, dan dalam perjalanannya pun tidak semulus jalan cianjur kota.


Perjalanan menuju Gunung Padang ini sangat memanjakan mata dengan perbukitan yang masih hijau, dan melewati Perkebunan Teh, serta kita dapat melihat dengan jelas kokohnya Gunung Gede di kejauhan.



Gunung Padang sendiri terdapat di ketinggian 885 mdpl, dengan area sekitar 3 Ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.Lokasi. situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat. Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi.



Ada 5 Teras di Situs Gunung Padang Ini,
Masuk ke teras 1 terdapat bukit masijid atau bukit bersujud. Seorang Pemandu menjelaskan, bukit masijid ini punya arti sebagai tempat bersujud. Masih di teras 1, terdapat 2 batu musik. Satu terletak di sebelah barat bernama Batu Bonang. Satu lagi bernama Batu Kacapi terdapat di sebelah Timur.

Di batu yang konon bisa menimbulkan alunan suara merdu jika diketuk terdapat relief seperti 4 jari.
Makna dari Batu Bonang ini berarti tidur tapi masih mengingat Tuhan. Apapun yang manusia lakukan harus mengingat pada Maha Pencipta. Lalu Batu Kacapi yang berarti singkatan Kaca dan Pi. Artinya cerminan diri. Batu Kacapi sendiri konon mempunyai 20 senar tak kasat mata. 20 senar itu menyimbolkan mengenai sifat-sifat Tuhan yang ada pada diri manusia.


Naik ke teras ke-2 terdapat Bukit Mahkota Dunia. Artinya bukan mahkota, melainkan simbol dari jiwa sosial yang saling mengasihi.

Di teras ke-3, tepatnya di sebelah timur, ada Batu Tapak Maung. Maung di sini bukan seperti dalam bahasa Sunda berarti Harimau. Melainkan Ma dan Ung, yang artinya manusia unggul.

"Kalau diperhatikan itu ada 9 cekungan tapi bukan jejak Harimau. Cekungan itu ada yang seperti bekas tapak tangan, tumit kaki, dudukan, dan tongkat. Kalau dihitung jumlahnya ada 9 cekungan,"


"Lalu siapa manusia unggul yang dimaksud? Jika dihitung itu maka 9 cekungan itu berkaitan dengan Wali Songo, para penyebar agama Islam di Indonesia," ujarnya.

Konon, 'manusia unggul' yang pernah duduk di sana‎ sampai meninggalkan bekas itu adalah Prabu Siliwangi.

Masih di teras ke-3. Di sini juga terdapat batu berukiran Kujang, senjata khas Sunda. Kata kujang berasal dari kata ku dan ujang. Maksudnya kamu pegang, jalankan, telusuri apa makna Gunung Padang.






Di teras ke-4, terdapat Batu Kanuragaan. Konon, batu yang bisa diangkat ini dapat mewujudkan keinginan siapa saja yang bisa mengangkatnya. Namun, ini hanya Mitos yg justru menyesatkan.

Batu Kanuragaan punya makna batu penguji. Di sini adalah ujian terakhir bagi siapa saja yang melakukan spiritual sebelum mencapat level pamungkas di teras ke-5. Di mana di teras yang permukaan tanahnya lebih tinggi itu terdapat Batu Singgasana Raja‎ dan Batu Pendaringan.

Batu Singgahsana Raja ini adalah level terakhir sebagai tempat perenungan dari teras 1 sampai teras 5 "Di sini dulu tempat bersemedi Sunan Ambu dan Sunan Rama," katanya.



Jadi pada intinya, punden berundak dengan 5 teras ini mempunyai simbol sebagai level atau tahapan-tahapan yang harus dilalui. Bahwa apapun yang diinginkan manusia tak bisa instan. Semua harus ada proses.

Demikian kisah di balik Gunung Padang,
Siang hari menjelang, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi berikutnya yaitu ke cikundul.

Perjalanan menuju Cikundul kurang lebih sekitar 2 jam, melalui Cianjur Kota  - Cikalong
Cikundul sendiri di kenal sebagai kawasan keramat di mana lokasi ini terdapat pemandian dan makam Aria Wiratanudatar beliau adalah Eang Dalem Pendiri kabupaten Cianjur beliau sendiri bernama asli Jayasasana.

Raden Jayasasana adalah putra Raden Aria Wangsa Goparana. Berdasarkan silsilah, Raden  Aria Wangsa Goparana merupakan anak dari Sunan Ciburang yang merupakan raja dari Kerajaan Talaga. Sunan Ciburang merupakan anak dari Sunan Wanaperih anak dari Sunan Parung Gangsa anak dari Pucuk Umum anak dari Munding Sari Leutik anak dari Munding Sari. Munding Sari merupakan salah satu anak dari Prabu Siliwangi yang ketika runtuhnya Pajajaran pada tahun 1579 kabur ke daerah Talaga di suku gunung Cereme.



Jadi menurut silsilah, Raden Jayasasana merupakan masih keturunan dari Prabu Siliwangi. Raden Aria Wangsa Goparana yang merupakan ayah dari Raden Jayasasana bersama saudaranya yang bernama Panembahan Giri Laya merupakan generasi pertama dari Munding Sari yang masuk Islam dan menjadi ulama besar serta memiliki pesantren di wilayah Sagalaherang.
Karena Raden Aria Wangsa Goparana masuk islam, maka ia diusir dari Talaga dan kemudian berkelana dan sampailah ke Kampung Nangkabeurit yang sekarang masuk ke wilayah Kecamatan Sagaraherang Kabupaten Subang. Selain itu lokasi tersebut terdapat juga kolam pemandian yang di yakini sebagai tempat keramat.

Waktu menjelang sore kami pun memutuskan untuk kembali ke rumah, dengan melewati Jonggol, Cileungsi dan saya pun berpisah di Flyover Cileungsi untukmelanjtkan perjalanan menuju rumah masing masing.

demikian perjalanan Tapak tilas ini kami jalani, semata mata untuk menguak budaya dan kearifan wilayah tersebut. untuk itu marilah kita jaga dan kita hormati agar anak cucu kita pun dapat menikmatinya juga.

Wasalam
Salam Bijak